Warga Morowali dan Morut Keluhkan Sengketa Tanah, Longki Djanggola Siap Tindaklanjuti ke Kementerian

Warga Morowali dan Morut Keluhkan Sengketa Tanah, Longki Djanggola Siap Tindaklanjuti ke Kementerian
Anggota DPR RI dapil Sulteng, Longki Djanggola. (Foto: IST).

MOROWALI – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melaksanakan reses masa sidang 1 tahun 2025. Di reses kali ini, anggota Komisi II DPR RI, Longki Djanggola, turun ke Kabupaten Morowali dan Morowali Utara.

Reses Longki Djanggola di dua kabupaten itu dijadwalkan selama tiga hari, 8-10 Oktober 2025.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Putusan MK soal Pemisahan Pemilu, Longki Nyatakan DPR dan Parpol Belum Bersikap

Saat melakukan pertemuan di dua kabupaten itu, berbagai persoalan masyarakat mencuat, terutama soal agraria dan pertanahan.

Salah seorang warga Bungku Barat Kabupaten Morowali, Abdul Rauf, mengeluhkan belum diberikan sertifikat atas tanahnya selama 10 tahun terakhir oleh Kementerian Transmigrasi.

Padahal, ia telah menghibahkan sekitar 12 hektar lahannya untuk pembangunan UPT Transmigrasi Desa Bahoea. Ia juga mengaku dijanjikan enam unit rumah sebagai ganti rugi, namun baru empat unit yang terealisasi.

Baca Juga: Pastikan Program MBG di Palu Berjalan, Anggota DPR RI Longki Djanggola Cek ke Lapangan

Menanggapi hal itu, Longki Djanggola meminta dibuatkan risalah lengkap duduk perkara masalahnya.

“Saya minta Pak Abdul Rauf membuatkan risalahnya, agar ada dasar bagi saya untuk menyampaikan ke kementerian terkait,” ujar Longki yang juga anggota Badan Legislasi DPR RI.

Keluhan lain datang dari Salim. Warga satu ini menyoroti banyaknya kasus tumpang tindih antara surat keterangan tanah (SKT) milik warga dengan wilayah izin usaha pertambangan (IUP).

Baca Juga: ‘Bola Panas’ Konflik Lahan Sawit PT ANA di Tangan Gubernur Sulteng, Ridha Saleh: Sudah Banyak Aktor Terlibat

Longki menegaskan, SKT tidak lagi memiliki kekuatan hukum sebagai bukti kepemilikan tanah.

“SKT itu bukan bukti kepemilikan. Saat ini tidak bisa lagi dijadikan dasar hukum penguasaan tanah,” tegasnya.

Dalam pertemuan dengan masyarakat, terungkap pula keberadaan perusahaan perkebunan besar seperti PT Lambang yang kini digantikan PT Citra.

Baca Juga: Ketua DPRD Morut Sayangkan Anggaran Stunting Tersedot Perjalanan Dinas

Perusahaan itu diketahui menguasai sekitar 16 ribu hektar lahan, namun tidak seluruhnya diusahakan. Dari lahan yang diciutkan dan diberikan kembali ke masyarakat, hanya sekitar 2.000 hektar yang layak dibudidayakan.

Bahkan diungkap warga, perusahaan sering menggunakan modus mengagunkan sertifikat HGU ke bank untuk pembiayaan.

Sementara itu, anggota DPRD Morowali dari Fraksi Gerindra, Agus Wiratno, menyoroti keberadaan PT Kinarya, perusahaan perkebunan yang telah memegang sertifikat lahan masyarakat di Witaponda, namun hingga kini belum beroperasi.

Baca Juga: Ketua DPRD Morut Kritik Pembangunan Ibu Kota Kabupaten

Hal lain yang terungkap adalah perusahaan perkebunan besar seperti PT Agro Nusa Abadi (PT ANA) di Morowali Utara yang belum mengantongi izin Hak Guna Usaha (HGU). PT ANA hanya memiliki Izin Lokasi (Ilok). 

Inilah yang menyebabkan sengketa lahan dengan masyarakat petani terus mencuat dan memicu desakan warga dan WALHI Sulteng untuk mencabut izin perusahaan.

Menanggapi beberapa hal itu, Longki mengatakan telah bertemu dengan Kepala Kantor Pertanahan Morowali Utara, Andi Reza Fitrian Eru Setiawan.

Baca Juga: Kasus Keracunan MBG di Sulteng, Longki Djanggola Nyatakan SOP Dilanggar

Longki mengingatkan agar Pertanahan Morowali Utara lebih berani mendesak perkebunan besar untuk segera mengurus izin HGU.

Sebab, perusahaan sudah menanam dan memanen, tapi kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) wajib dipenuhi kepada negara. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *